Menjadi komunitas
yang mengampuni
Menghayati dan
mewujudkan ibadah dengan kesediaan untuk hidup saling mengampuni.
(Keluaran 14:19-31 ;
Matius 18:21-35)
ibadah Minggu GKJ Bangsa 13 September 2020 dilayani Oleh Pdt. Maranatha Aji Kusuma,S.Pd.K
Diawali dengan Pujian “Hidup Ini
Adalah Kesempatan”
Kesempatan untuk beribadah kepada
Tuhan adalah kemurahan yang besar dari Tuhan. Bagaimana tidak, bukankah kita
tidak layak untuk datang kepada-Nya karena dosa kita? Namun, demikian Tuhan
masih berkenan untuk mengundang, menyapa, dan hadir untuk menyertai kita.
Bahkan, sebagai bentuk kemurahan-Nya, Dia melayakkan kita dengan mengampuni
dosa kita. Namun, meskipun kita diundang, dilayakkan, dan diampuni, bukan
berarti kita pasif. Kita juga bertindak aktif dengan mengakui dosa kita. Lebih
lanjut, kita juga dipanggil untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita.
Menerima pengampunan dan mengampuni adalah tindakan yang tidak bisa
dipisahkankarena Tuhan tidak akan mengampuni kesalahan kita kalau kita tidak
mengampuni orang yang bersalah dengan kita (Matius 8:35). Matius 6:14-15 juga
menyatakan: ”Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan
mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga
tidak akan mengampuni kesalahanmu”. Pengampunan adalah bukti kemurahan Allah.
Kita yang sudah mendapatkan kemurahan, dipanggil untuk menyatakan kemurahan itu
dengan mengampuni kesalahan orang lain tanpa batas.
Mari kita belajar dalam Keluaran
14 : 19 – 31 dalam bagian ini menceritakan perjalanan bangsa Isael keluar dari
Mesir dengan penyertaan Tuhan. Perjalanan keluar dari Mesir adalah perjalanan
keluar dari perbudakan menuju pembebasan; perjalanan menuju kehidupan baru
sebagai umat Allah. Dalam perikop ini, Allah sungguh hadir dalam perjalanan
umat Israel dengan cara yang sangat dahsyat. Ketika mereka keluar dari Mesir,
malaikat Tuhan menyertai, tiang awan menaungi. Atas penyertaan Tuhan, Laut
Teberau terkuak sehingga bangsa Israel menyeberainya
dalam kondisi kering. Ketika
orang Mesir mengejar mereka, Tuhan mengacaukannya. Bahkan atas perintah Tuhan,
Musa mengulurkan tangannya ke atas laut sehingga berbaliklah air laut menuju
tentara Mesir dan kerata kudanya. Tak ada satu pun tentara Mesir yang selamat.
Menyaksikan perbuatan dahsyat dari Tuhan tersebut, orang Israel takut dan percaya
kepada Tuhan.
Mari kita juga belajar dari
matius 18 : 22 : 35 perikop ini merupakan ajaran Tuhan Yesus tentang
pengampunan. Mengampuni orang yang bersalah itu semestinya tidak ada batasnya.
Ajaran Tuhan Yesus ini memberi perspektif baru bagi para murid. Terlebih sering
ada ungkapan bahwa kesabaran ada batasnya. Hal inilah yang ditanyakan Petrus
kepada Tuhan Yesus: ”Tuhan sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku
jika ia berbuat dosa terhadap aku?” Apakah kalau kesalahannya berkali-kali
harus diampuni terus?
Kita sering terjatuh. Namun,
Tuhan senantiasa menyatakan kemurahan. Pengalaman ini juga dirasakan oleh
bangsa Isreal. Israel diangkat, dibebaskan, dituntun menuju tanah perjanjian.
Kalau Tuhan sedemikian menyatakan kasihnya kepada kita, dengan karya
pengampunan yang tanpa batas, kita pun dipanggil untuk mengampuni. Jika kita
rela mengampuni, maka kita memperlihatkan gambar Allah yang nyata pada orang
yang kita ampuni. Mengampuni menuntut kemampuan untuk mengatasi kecenderungan
untuk membalas, membutuhkan kerendahan hati, kesabaran, dan rahmat Tuhan.
Melalui perumpamaan ini Tuhan mengingatkan adanya konsekuensi yang serius
apabila kita tidak meneruskan pengampunan Allah kepada sesama yang bersalah
kepada kita. Pada penghakiman terakhir, Tuhan tidak akan mengampuni orang yang
tidak rela mengampuni sesamanya. Amin.