Minggu, 06 September 2020

Bahan Persekutuan Doa Sepekan Bagi Seluruh Warga Jemaat GKJ Bangsa 7 September -13 September 2020

 Bahan Persekutuan Doa Sepekan Bagi Seluruh Warga Jemaat GKJ Bangsa 

7 September -13 September 2020

Saat Teduh, Pujian (silahkan Memilih Lagu Sendiri), Doa Memohon Pimpinan Tuhan dalam melakukan Persekutuan Doa ini supaya melalau Firman Tuhan dapat mengerti apa kehendak Tuhan,

 “Biarkanlah anak-anak itu,

janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku”

(Pdt. Aris Widaryanto (Ketua Umum Sinode GKJ))

Kesaksian Alkitab

Semua naskah Injil dan surat Rasul Paulus membuktikan bahwa sakramen perjamuan adalah esensial. Semua naskah tersebut memberikan tekanan bahwa sakramen perjamuan bukanlah suatu peristiwa yang bersifat individual, melainkan dalam segala hal dan segi sangat kena-mengena dengan hakikat hidup berjemaat. Namun naskah-naskah tersebut – bahkan seluruh naskah Perjanjian Baru lainnya – tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai siapa yang boleh dan tidak boleh turut serta dalam sakramen perjamuan.

Paulus adalah satu-satunya orang yang memberikan kata-kata peringatan soal praktik sakramen perjamuan di dalam jemaat Korintus. Tetapi di dalam suratnya, ia tidak menyinggung sama sekali soal umur maupun jenis kelamin orang yang boleh turut serta dalam pelayanan sakramen perjamuan. Ia justru memberi tekanan kepada sadar-tidaknya dan yakin-tidaknya jemaat yang akan ambil bagian dalam sakramen perjamuan mengenai hakikat gereja sebagai tubuh Kristus.

Kesaksian-kesaksian tersebut menunjukkan bahwa sakramen perjamuan sudah dilaksanakan oleh Gereja Perdana sejak awal kelahirannya. Di dalam kehidupan jemaat mula-mula tersebut, semua orang yang sudah dibaptis – termasuk anak-anak – diizinkan turut serta dalam pelayanan sakramen perjamuan, bahkan dapat berpartisipasi secara aktif di dalam pelayanan tersebut.

Kesederhanaan dan sikap Perjanjian Baru yang tidak banyak berkata-kata mengenai sakramen perjamuan memberikan kebebasan kepada kita untuk dengan penuh tanggung jawab mencari bentukbentuk yang lebih relevan, supaya kita dapat semakin menghayati karya penyelamatan Allah atas manusia dengan baik. Sudah sepatutnya pula kita berharap bahwa gereja dengan kreatif dan berani mengupayakan agar sakramen perjamuan dapat dirayakan kembali sesuai dengan hakikatnya, yaitu sebagai sarana pemeliharaan iman bagi semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus.

Selain itu, kesaksian Alkitab juga mengungkapkan bahwa sejak masa Perjanjian Lama, anak-anak mempunyai tempat yang cukup sentral dalam jamuan makan setiap kali perayaan Paskah umat Israel diselenggarakan. Pada masanya, Yesus juga sangat menghargai anak-anak. Ia berkenan memeluk dan memberkati anak-anak (Mrk. 10:16). Ia bahkan menegur murid-murid-Nya yang berusaha menghalang-halangi orang-orang yang membawa anak-anak mereka datang kepada-Nya. Ia juga memberikan peringatan yang sangat keras kepada setiap orang yang berusaha menyesatkan anak-anak (Mat. 12:15-16; 18:6, 10, 14; 19:13-14). Ia menerima pemberian roti dan ikan dari seorang anak untuk menyediakan jamuan makan bagi lima ribu orang lebih (Yoh. 6:1-15).

Gereja Perdana

Gereja Perdana pada awalnya merayakan sakramen perjamuan sebagai bagian dari suatu perjamuan yang lebih besar (1 Kor. 11:17-34). Namun kebiasaan seperti itu sama sekali telah ditinggalkan pada pertengahan abad II. Sakramen perjamuan dirayakan dengan memakan roti dan anggur yang mereka anggap sebagai makanan yang kudus. Sebab mereka memahami bahwa sakramen perjamuan adalah wujud kehadiran Kristus di dalam roti dan anggur perjamuan (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:19-20; 1 Kor. 11:23-26; bnd. Yoh. 6:48, 54).

Anak-anak orang-orang Kristen yang sudah dibaptis diizinkan ikut serta dalam pelayanan sakramen perjamuan. Sebab anak-anak tersebut sangat memerlukan makanan dan asuhan lanjutan, antara lain dengan sakramen perjamuan. Pada masa itu, para rasul dan para pemimpin Gereja Perdana juga belum memiliki pemikiran bahwa orang-orang yang sudah dibaptis itu harus mencapai tingkat pengetahuan tentang agama Kristen yang lebih tinggi dan perilaku yang lebih baik sebelum mereka diperkenankan menghadiri sakramen perjamuan.

Bapa-bapa Gereja

Pada masa Bapa-bapa Gereja, seiring dengan perubahan zaman dan beragam tantangan yang harus dihadapi oleh gereja, mulailah bermunculan perbedaan pendapat dan pertentangan tentang makna sakramen perjamuan dan siapa yang boleh mengikutinya. Tetapi hingga akhir abad V, pengaruh 2 Augustinus (354-430) masih cukup kuat. Anak-anak yang sudah dibaptis diizinkan menerima roti dan anggur dalam sakramen perjamuan.

Abad Pertengahan rupanya menjadi abad perubahan besar dalam kehidupan gereja, termasuk dalam hal sakramen perjamuan. Pada masa itu, anak-anak tidak diizinkan lagi menerima sakramen perjamuan. Mereka harus berproses cukup panjang sampai dianggap mampu menggunakan akal budi mereka dengan baik. Sehingga muncullah ritus perpindahan, yaitu sidi atau penguatan. Salah satu tokoh di balik perubahan tersebut adalah Thomas Aquinas (1225-1274).

Augustinus dan Thomas Aquinas memang hidup pada masa yang jauh berbeda. Tetapi pendapat mereka yang saling bertentangan itu hingga saat ini masih sering dikutip dan dijadikan dasar atau landasan berbagai ajaran gereja. Akibatnya, hingga saat ini ada keanekaragaman praktek pelayanan sakramen perjamuan di gereja-gereja.

Para Reformator Gereja

Martin Luther berpendapat bahwa anak-anak harus dididik dalam iman sebelum mereka ikut dalam sakramen perjamuan. Pada masanya, ia juga ingin mempertahankan kebiasaan menyelenggarakan upacara khusus, yaitu konfirmasi atau peneguhan sidi untuk menyertai sakramen perjamuan pertama bagi anak-anak yang berumur antara 7 (tujuh) sampai dengan 12 (dua belas) tahun.

Sedangkan Zwingli melihat sakramen (baik baptisan maupun perjamuan) lebih sebagai tindakan jemaat – baik orang dewasa maupun anak-anak – untuk mengakui imannya. Ia menetapkan bahwa sakramen perjamuan hanya dirayakan empat kali dalam setahun, dan hanya boleh diikuti oleh mereka yang sudah percaya kepada Kristus atau mereka yang telah mampu mengungkapkan imannya.

Calvin sangat menekankan bahwa anak-anak yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun harus dididik dalam iman. Itu sebabnya, ia menciptakan suatu upacara yang berhubungan dengan kali pertama anak-anak ikut serta dalam sakramen perjamuan. Menurutnya, anak-anak dapat diterima sebagai peserta sakramen perjamuan setiap kali sakramen tersebut dilayankan; setidak-tidaknya empat kali dalam satu tahun. Oleh karena itu, pelayanan sakramen perjamuan harus diumumkan satu minggu sebelumnya, supaya anak-anak yang hendak ikut serta dapat diuji dan para tamu serta anggota baru dapat menghadap majelis gereja.

John Wesley mengartikan sakramen perjamuan sebagai anugerah, tanda, dan simbol dari karya penebusan Kristus. Perayaan tersebut dipahami sebagai suatu memorial (peringatan) akan pengorbanan Kristus dan perjamuan persekutuan dengan Kristus. Sakramen perjamuan juga diyakini sebagai perjamuan persekutuan dengan Tuhan yang baik kepada semua orang dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Oleh sebab itu, bukan hanya orangtua atau orang dewasa saja yang memerlukan persekutuan serta rahmat Tuhan tersebut, tetapi anak-anak juga sangat memerlukannya.

Waktunya Berubah

Praktik pemisahan sakramen baptisan dari sakramen perjamuan jelas harus dikoreksi. Sebab sesungguhnya hal tersebut juga berarti sebuah penilaian yang berbeda atas kedua sakramen itu. Untuk sakramen baptisan seolah-olah boleh ditetapkan syarat yang lebih ringan dari sakramen perjamuan. Hal ini jelas bertentangan dengan hakikat dan arti dari sakramen baptisan maupun sakramen perjamuan.

Sesungguhnya tidak ada perbedaan mengenai tingkat nilai antara sakramen baptisan dan sakramen perjamuan. Keduanya merupakan pernyataan isi hakiki Injil. Keduanya merupakan tanda dan meterai bahwa Allah telah melimpahkan rahmat-Nya kepada manusia melalui pengorbanan Kristus pada kayu salib di Golgota yang mengaruniakan keampunan dosa dan hidup yang kekal. Keduanya disajikan kepada setiap orang yang mendasarkan imannya kepada penderitaan dan kematian Yesus Kristus yang mendamaikan dan pada kuat kuasa kebangkitan-Nya. Bagi kedua sakramen itu dikehendaki keadaan hati yang sama, yaitu kerelaan bertobat, kepercayaan akan Yesus Kristus selaku Juruselamat dan Tuhan, dan kesediaan yang sungguh-sungguh untuk hidup menurut perintah-Nya.

Itu sebabnya, apabila seseorang atau pun seorang anak telah dipandang layak diterima di dalam persekutuan jemaat dengan sakramen baptisan, maka mestinya ia juga layak pula turut menghadiri sakramen perjamuan. Sebab sakramen perjamuan itulah yang memberi bentuk pada persekutuan anggota-anggotanya di dunia ini dengan Kepalanya di sorga. Andaikata kita berpendapat bahwa seorang anak itu belum matang imannya untuk turut serta dalam sakramen perjamuan, maka selayaknya ia tidak dibaptis. Sebab sakramen baptisan dan sakramen perjamuan tidak dapat dan tidak boleh 3 diceraikan dengan cara demikian. Sakramen-sakramen itu amat penting artinya bagi kehidupan gereja. Sakramen-sakramen itu juga merupakan faktor-faktor utama dalam membina kehidupan jemaat.

Kini, anak-anak yang telah berumur 7 (tujuh tahun) sudah mampu dibimbing dan dipersiapkan untuk dapat menerima pelayanan sakramen perjamuan. Melalui bimbingan orangtua dan dengan dibantu gereja melalui katekisasi, kebaktian anak, serta melalui berbagai bentuk kegiatan pembinaan lainnya, mereka akan dapat mengikuti dan menerima sakramen perjamuan dengan baik.

Pelayanan sakramen perjamuan untuk anak-anak pada dasarnya sama dengan pelayanan untuk orang-orang dewasa dan dilayankan sesuai dengan kalender gerejawi. Sebaiknya anak-anak juga tidak dipisahkan dari orangtua mereka, supaya peran orangtua yang harus bertanggung jawab membimbing dan menghantar anak-anak mereka untuk dapat memahami dan menerima sakramen perjamuan dengan baik dapat lebih dioptimalkan.

Refleksi Teologis

Perjamuan malam terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya adalah perjamuan yang unik. Namun perjamuan tersebut tidak dapat dipisahkan dari ucapan, tindakan, dan perjamuan makan Yesus lainnya. Ia menyembuhkan banyak orang sakit, membebaskan orang-orang yang dirasuk setan, serta menafsirkan Taurat dengan cara yang sangat mengherankan, tetapi juga menjengkelkan. Ia bergaul dengan orang yang tidak diharapkan hadir di tengah pergaulan orang banyak. Ia duduk satu meja dengan orang-orang Farisi yang dikenal sebagai “orang-orang berdosa” dan lazim disamakan dengan para pemungut cukai yang sangat dibenci masyarakat (Luk. 14:1-6; bnd. Mrk. 2:15-17; Mat. 11:18-19).

Ucapan dan tindakan Yesus membawa perubahan secara radikal. Seorang berpenyakit kusta memperoleh hidup baru (Mrk. 1:40-45), seorang pemungut cukai meninggalkan mata pencahariannya yang tidak halal (Mrk. 2:13-14), seorang yang dirasuk setan pulang ke rumahnya dalam keadaan sembuh (Mrk. 5:19), bahkan jalan bagi banyak orang kafir menjadi terbuka (Mat. 8:5-13, 15:21-28). Dalam lingkup seperti itulah sakramen perjamuan itu seharusnya ditempatkan. Yesus memecahkan roti dan membagikannya kepada semua yang hadir tanpa memandang orangnya (Mrk. 6:34; 8:2).

Pada masanya, Gereja Perdana merayakan sakramen perjamuan berdasarkan pengalaman iman mereka akan Yesus Kristus. Tiga akar pengalaman pokok yang menjadi dasar penetapan pelayanan tersebut adalah:

1.       Perjamuan makan Yesus bersama orang-orang miskin dan berdosa sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah.

2.     Perjamuan malam terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya.

3.     Perjamuan makan bersama Yesus yang bangkit dari kematian.

Isi dari perjamuan-perjamuan tersebut adalah karya penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Di dalam perjamuan-perjamuan tersebut Yesus hadir dan menciptakan persekutuan dengan orang-orang berdosa. Ia menganugerahkan kepada mereka keselamatan-Nya, bukan kelak di dalam sorga, tetapi mulai sekarang di dalam kehidupan di dunia ini (Mat. 9:9-13; bnd. Mrk. 2:13-17; Luk. 5:27-32).

Sakramen perjamuan adalah bagian dari kehidupan iman umat Kristen yang khas. Melalui sakramen perjamuan umat mengungkapkan iman percayanya dan secara khusus bersekutu dengan Kristus. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya anak-anak tidak dijauhkan dari sakramen tersebut, supaya mereka dapat belajar percaya, mengungkapkan iman, dan bersekutu dengan Tuhan, sejak masa kanakkakak. Mereka perlu diberi kesempatan untuk belajar sambil melakukan dan mengalami banyak hal – termasuk soal sakramen perjamuan – di dalam hidup mereka, supaya karya penyelamatan Allah atas mereka dapat lebih mudah dihayati sejak dini.

Sudah waktunya gereja dan orang-orang dewasa tidak lagi meremehkan anak-anak (bnd. Mat. 18:10). Sebab mereka juga memperoleh tempat di dalam pelukan Yesus, bahkan Ia juga memberkati mereka (Mrk. 10:16). Ia juga berkenan menerima pemberian roti dan ikan dari seorang anak untuk menghadirkan mujizat dan jamuan makan bagi lima ribu orang lebih (Yoh. 6:1-15).

Anak-anak yang sudah dibaptis adalah bagian dari persekutuan keluarga Allah yang harus diterima apa adanya dan dipelihara imannya dengan penuh tanggung jawab oleh para orangtua mereka dan gereja. Memang anak-anak harus memahami makna sakramen perjamuan itu. Tetapi untuk memahaminya, jelas mereka membutuhkan proses dan penjelasan yang cukup. Oleh karena itu, 4 tindakan menunda keikutsertaan anak-anak dalam pelayanan sakramen perjamuan sesungguhnya merupakan sebuah tindakan yang kurang bijaksana.

Mengajar anak-anak untuk memahami sesuatu, memang bukan hal yang mudah. Namun itulah tugas dan tantangan bagi para orangtua dan gereja untuk berproses bersama anak-anak. Sejak dini, anakanak yang sudah dibaptis patut diajar dan diajak menikmati pelayanan sakramen perjamuan, supaya mereka dapat mulai belajar memahami makna sakramen perjamuan itu sebagai:

1.         Perjamuan pengucapan syukur.

2.        Peringatan akan Yesus Kristus.

3.        Pemberian Roh Kudus.

4.        Perjamuan persekutuan.

5.        Perjamuan yang mengacu kepada perjamuan di masa depan.

Perjamuan yang Yesus inginkan adalah seperti pada perayaan Paskah Yahudi, suatu peringatan akan Keluaran, tetapi yang ditarik lebih jauh sampai pada peristiwa Salib yang pada waktu itu masih akan terjadi, dan dalam pengharapan akan kedatangan Kerajaan Allah di masa depan. Kenangan tidak berhenti pada peristiwa-peristiwa yang sudah lewat, tetapi menempatkan umat dalam perspektif masa kini dan masa depan yang penuh pengharapan. Selanjutnya ajaran Yesus kepada murid-murid-Nya adalah “… perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk. 22:19; bnd. 1 Kor. 11:24, 25).

Dengan demikian, sakramen perjamuan tidak saja membawa kita untuk menoleh ke belakang melihat masa lalu, tetapi juga mengajak kita untuk membuka kemungkinan melihat kenyataan masa kini, dan menaruh pengharapan pada masa depan yang tertuju kepada pembebasan yang telah lama dinanti-nantikan. Kini, “biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan sorga” (Mat. 19:13-14).

Bernyanyilah satu pujian (Bebas Memilih) dan akhiri dengan doa Syukur serta Syafaat.

Tuhan Yesus Memberkati Kehidupan Kita Semua

 
KLIK TOMBOL HIJAU INI UNTUK BERTANYA KONSULTASI DENGAN PENDETA GKJ BANGSA VIA WHATSAPP - 085228765288
wa