Minggu, 22 Agustus 2021

Memahami Makna Persembahan

 

Memahami Makna Persembahan

Ada begitu banyak warga jemaat yang menanyakan tentang: Persembahan yang benar itu yang bagaimana? Mengapa di GKJ tidak ditekankan persembahan persepuluhan? Pada satu sisi pertanyaan-pertanyaan ini menyenangkan, karena tersirat adanya semangat untuk mempersembahkan secara bertanggungjawab. Namun di sisi lain, juga sedikit merisaukan, mengapa? Karena sudah begitu lama kita hidup sebagai orang percaya, tetapi mengapa sesuatu yang seharusnya sudah menjadi bagian atau bahkan identitas setiap orang percaya, ternyata masih menjadi pertanyaan. Apakah hal ini disebabkan karena Alkitab kurang jelas memberikan gambaran tentang persembahan? Ataukah karena tidak ada ajaran secara resmi dan baku dari Greja Kristen Jawa tentang persembahan? Ataukah gereja tidak cukup sering memberi pemahaman tentang persembahan? Atau bingung karena ada bermacam-macam persembahan: persembahan perpuluhan, persembahan bulanan, persembahan kemandirian, dll? Bagaimana pun pertanyaan di atas harus dijawab. Untuk menjawab pertanyaan di atas, berikut ini akan disampaikan terlebih dahulu beberapa kesaksian atau ungkapan, dan hasil percakapan yang berhubungan dengan persembahan dari beberapa orang yang sempat saya catat.

 

Kita mulai dari kitab Kejadian 4. Di sini kita berjumpa dengan persembahan oleh Kain dan Habil. Tidak disebutkan persyaratan persembahan. Mereka hanya mempersembahkan sebagian dari harta yang mereka miliki. Kita tidak tahu mengapa persembahan Kain ditolak, sementara persembahan Habil diterima. Kita berhadapan dengan “hak prerogatif/ istimewa” Allah dalam menilai persembahan. Artinya, siapa pun bisa saja mengklaim telah mempraktekkan pemberian persembahan secara benar, tetapi pada hakekatnya penilai sejati hanya Tuhan. Kain bisa saja merasa telah memberikan yang terbaik untuk Tuhan, tetapi di depan Tuhan apa yang dianggap terbaik bagi manusia bisa berarti belum apa-apa di hadapan Tuhan.

Persembahan agaknya tidak hanya ditujukan kepada Tuhan, tetapi juga kepada sesama manusia (dalam hal ini atasn, raja). Perhatikan dua kutipan dari Kejadian 43:11-15 dan Yehezkiel 45: 16.

Perjanjian Lama juga menyampaikan informasi tentang adanya persembahan khusus dari setiap orang yang tergerak hatinya untuk membantu terpenuhinya kebutuhan bagi rumah Tuhan, jadi bukan merupakan kewajiban bagi setiap orang. Fakta ini menyiratkan bahwa di jemaat selalu saja ada sebagian warga jemaat yang memiliki kepekaan yang amat tinggi untuk menyisihkan sebagian dari hartanya untuk keperluan gereja. Perhatikan isi kitab Keluaran 35:21 di bawah ini. “Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu.”

Persembahan pendamaian yaitu persembahan yang diserahkan oleh umat Tuhan pada jaman dahulu untuk “menebus” pelanggaran yang mereka lakukan dalam hidup. Dengan menyerahkan persembahan pendamaian, maka hidup mereka kembali disucikan. Perhatikan, misalnya Keluaran 30: 20-dst

Ada pula persembahan yang hanya boleh digunakan oleh orang tertentu (keluarga Imam), orang lain tidak boleh. Perhatikan Imamat 22: 10-12 “10 Setiap orang awam janganlah memakan persembahan kudus; demikian juga pendatang yang tinggal pada imam ataupun orang upahan.11 Tetapi apabila seseorang telah dibeli oleh imam dengan uangnya menjadi budak beliannya, maka orang itu boleh turut memakannya, demikian juga mereka yang lahir di rumahnya.12 Apabila anak perempuan imam bersuamikan orang awam, janganlah ia makan persembahan khusus dari persembahan-persembahan kudus.”

Menyerahkan beberapa persembahan sekaligus, yaitu persembahan persepuluhan,persembahan khusus, dan persembahan korban bakaran. Perhatikan Keluaran 12: 11 “…maka ke tempat yang dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana, haruslah kamu bawa semuanya yang kuperintahkan kepadamu, yakni korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu dan segala korban nazarmu yang terpilih, yang kamu nazarkan kepada TUHAN.

Menyerahkan persembahan persepuluhan (Maleakhi 3: 10) “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Tentang persembahan persepuluhan ini dalam prakteknya ternyata tidak sederhana, karena bukan sekedar sepersepuluh dari penghasilan. Kita perhatikan misalnya pada kitab Imamat 27: 30 : “Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN. 31 Tetapi jikalau seseorang mau menebus juga sebagian dari persembahan persepuluhannya itu, maka ia harus menambah seperlima. 32 Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi Tuhan”Dalam tradisi umat Israel Perjanjian Lama persembahan persepuluhan ini diberikan kepada kaum Lewi. Mengapa? Karena mereka tidak memiliki mata pencaharian lain selain bekerja di bait Allah, di samping itu mereka tidak mendapatkan harta warisan. Perhatikan kitab Bilangan 18:21 “Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan.” Sebaliknya, kaum Lewi juga mempunyai kewajiban menyerahkan sepersepuluh dari persembahan persepuluhan yang mereka terima.

 

Persembahan yang kita lakukan saat ini bukan lagi sebagai “korban” baik untuk penebusan dosa atau sebagai “alat” untuk mendapatkan berkat dari Tuhan. Tuhan Yesus dengan karya penebusanNya telah memperbaharui secara mendasar makna persembahan. Jangankan sepersepuluh, mempersembahkan sepertiga atau setengah dari yang kita miliki pun tidak akan cukup untuk mensyukuri kebaikan Tuhan. Oleh karena itu Tuhan Yesus tidak pernah menyinggung soal jumlah dalam hal persembahan.

Persembahan sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita. Hal yang paling utama dalam persembahan adalah hati yang bersyukur. Persembahan juga sebagai wujud nyata pengakuan kita bahwa tanpa berkat Tuhan kita tidak bisa apa-apa.

Persembahan sebagai wujud nyata kesediaan kita untuk turut menopang pekerjaan Tuhan di dunia ini.

Persembahan sebagai wujud nyata kesediaan kita untuk tidak membiarkan uang dan harta benda menguasai hidup kita, dengan cara mau mengurangi uang atau harta benda yang ada pada diri kita untuk kebutuhan pelayanan.

Baca Juga:  Milikmulah Seluruh Hidupku

Catatan: Dengan pemahaman di atas bukan berarti kita bisa seenaknya memberikan persembahan. Kalau kita sudah dewasa pastilah akan secara dewasa pula memahami hal-hal di atas. Artinya, besar kecilnya persembahan (tentulah sesuai dengan keadaan masing-masing) bisa menjadi salah satu tanda kedewasaan iman seseorang. Langkah Praktis Secara teknis persembahan bisa kita wujudkan berupa persembahan rutin dan persembahan khusus. Persembahan rutin: Persembahan yang secara ajeg kita siapkan, misalnya:

 

Persembahan bulanan, atau kalau mau memakai istilah persepuluhan (Maleakhi 3) atau seperlima (Imamat 6) juga tidak masalah. Catatan: Persembahan persepuluhan atau seperlima disebut di atas semata-mata hanya sebagai salah satu pilihan cara kita mendisiplin diri dalam bersyukur kepada Tuhan. Sebab, kita tidak lagi menerapkan persepuluhan seperti di Perjanjian Lama, sebab kalau diterapkan persis seperti di Perjanjian Lama akan berbenturan dengan aturan gereja (GKJ). Karena di Perjanjian Lama persembahan persepuluhan diberikan kepada kaum Lewi (untuk jaman sekarang -kira-kira- mirip pendeta). Padahal di GKJ persembahan apa pun dipakai untuk berbagai macam kebutuhan gereja.

Persembahan untuk ibadat-ibadat (Minggu, Hari Raya Persembahan, Ibadat Rumah tangga, dlsb.)

Persembahan khusus: Persembahan yang kita serahkan ke gereja ketika mengalami saat-saat istimewa dalam kehidupan kita. Tentang persembahan khusus ini, saya menyampaikan jenis-jenis persembahan syukur yang pernah dilaksanakan oleh warga GKJ di berbagai jemaat, yakni, a.l.: Sembuh dari sakit; ulang tahun; naik pangkat/ karier; naik kelas/ lulus ujian; menempati rumah baru; ulang tahun perkawinan; memenangkan tender; membuka usaha baru; dikaruniai putra/i; diterima kerja; memasuki masa pensiun; berhasil menjual rumah/ tanah. Ketika kita memberikan persembahan apa pun dan berapa pun, haruslah dijauhkan dari “harapan tersembunyi” agar Tuhan memberikan kembali berlipatganda dari yang telah kita persembahkan. Kalau disertai “harapan tersembunyi” seperti itu berarti persembahan kita tidak lagi tulus. Bukankah hal itu justru pertanda bahwa semangat mempersembahkan kita adalah semangat materialistis, semangat keserakahan, bukan semangat ucapan syukur? Tentulah hal itu justru bertentangan dengan kehendak Tuhan, bukan? Bagi orang percaya yang dewasa, suka cita hidup dan berkat Tuhan tidak ditentukan oleh harta dan uang. Bandingkan dengan penghayatan Ayub (Ayub 2: 10). Oleh karena itu semangat mempersembahkan adalah semangat untuk semakin mengasihi Tuhan lebih dari hari-hari yang telah lewat. Adalah tugas kita semua untuk terus belajar agar semakin dimampukan untuk semakin dewasa iman. Sebab pertumbuhan gereja yang benar tidak ditentukan oleh uang, tetapi oleh iman warga jemaat yang semakin dewasa. Tentulah juga dipahami bahwa disamping uang, banyak di antara kita yang juga memberikan persembahan yang luar biasa nilainya, a.l.: Tenaga, waktu, keahlian, dlsb.

 

“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik. -Lukas 6: 43

 

 

 

 

 
KLIK TOMBOL HIJAU INI UNTUK BERTANYA KONSULTASI DENGAN PENDETA GKJ BANGSA VIA WHATSAPP - 085228765288
wa