Memahami Makna Persembahan
Ada begitu banyak warga jemaat yang menanyakan
tentang: Persembahan yang benar itu yang bagaimana? Mengapa di GKJ tidak
ditekankan persembahan persepuluhan? Pada satu sisi pertanyaan-pertanyaan ini
menyenangkan, karena tersirat adanya semangat untuk mempersembahkan secara
bertanggungjawab. Namun di sisi lain, juga sedikit merisaukan, mengapa? Karena
sudah begitu lama kita hidup sebagai orang percaya, tetapi mengapa sesuatu yang
seharusnya sudah menjadi bagian atau bahkan identitas setiap orang percaya,
ternyata masih menjadi pertanyaan. Apakah hal ini disebabkan karena Alkitab kurang
jelas memberikan gambaran tentang persembahan? Ataukah karena tidak ada ajaran
secara resmi dan baku dari Greja Kristen Jawa tentang persembahan? Ataukah
gereja tidak cukup sering memberi pemahaman tentang persembahan? Atau bingung
karena ada bermacam-macam persembahan: persembahan perpuluhan, persembahan
bulanan, persembahan kemandirian, dll? Bagaimana pun pertanyaan di atas harus
dijawab. Untuk menjawab pertanyaan di atas, berikut ini akan disampaikan
terlebih dahulu beberapa kesaksian atau ungkapan, dan hasil percakapan yang
berhubungan dengan persembahan dari beberapa orang yang sempat saya catat.
Kita mulai dari kitab Kejadian 4. Di sini kita
berjumpa dengan persembahan oleh Kain dan Habil. Tidak disebutkan persyaratan
persembahan. Mereka hanya mempersembahkan sebagian dari harta yang mereka
miliki. Kita tidak tahu mengapa persembahan Kain ditolak, sementara persembahan
Habil diterima. Kita berhadapan dengan “hak prerogatif/ istimewa” Allah dalam
menilai persembahan. Artinya, siapa pun bisa saja mengklaim telah mempraktekkan
pemberian persembahan secara benar, tetapi pada hakekatnya penilai sejati hanya
Tuhan. Kain bisa saja merasa telah memberikan yang terbaik untuk Tuhan, tetapi
di depan Tuhan apa yang dianggap terbaik bagi manusia bisa berarti belum
apa-apa di hadapan Tuhan.
Persembahan agaknya tidak hanya ditujukan kepada
Tuhan, tetapi juga kepada sesama manusia (dalam hal ini atasn, raja).
Perhatikan dua kutipan dari Kejadian 43:11-15 dan Yehezkiel 45: 16.
Perjanjian Lama juga menyampaikan informasi tentang
adanya persembahan khusus dari setiap orang yang tergerak hatinya untuk
membantu terpenuhinya kebutuhan bagi rumah Tuhan, jadi bukan merupakan
kewajiban bagi setiap orang. Fakta ini menyiratkan bahwa di jemaat selalu saja
ada sebagian warga jemaat yang memiliki kepekaan yang amat tinggi untuk
menyisihkan sebagian dari hartanya untuk keperluan gereja. Perhatikan isi kitab
Keluaran 35:21 di bawah ini. “Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak
hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada
TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di
dalamnya dan untuk pakaian kudus itu.”
Persembahan pendamaian yaitu persembahan yang
diserahkan oleh umat Tuhan pada jaman dahulu untuk “menebus” pelanggaran yang
mereka lakukan dalam hidup. Dengan menyerahkan persembahan pendamaian, maka
hidup mereka kembali disucikan. Perhatikan, misalnya Keluaran 30: 20-dst
Ada pula persembahan yang hanya boleh digunakan oleh
orang tertentu (keluarga Imam), orang lain tidak boleh. Perhatikan Imamat 22:
10-12 “10 Setiap orang awam janganlah memakan persembahan kudus; demikian juga
pendatang yang tinggal pada imam ataupun orang upahan.11 Tetapi apabila
seseorang telah dibeli oleh imam dengan uangnya menjadi budak beliannya, maka
orang itu boleh turut memakannya, demikian juga mereka yang lahir di
rumahnya.12 Apabila anak perempuan imam bersuamikan orang awam, janganlah ia
makan persembahan khusus dari persembahan-persembahan kudus.”
Menyerahkan beberapa persembahan sekaligus, yaitu
persembahan persepuluhan,persembahan khusus, dan persembahan korban bakaran.
Perhatikan Keluaran 12: 11 “…maka ke tempat yang dipilih TUHAN, Allahmu, untuk
membuat nama-Nya diam di sana, haruslah kamu bawa semuanya yang kuperintahkan
kepadamu, yakni korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan
persepuluhanmu dan persembahan khususmu dan segala korban nazarmu yang
terpilih, yang kamu nazarkan kepada TUHAN.
Menyerahkan persembahan persepuluhan (Maleakhi 3: 10)
“Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan,
supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta
alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Tentang persembahan persepuluhan ini
dalam prakteknya ternyata tidak sederhana, karena bukan sekedar sepersepuluh
dari penghasilan. Kita perhatikan misalnya pada kitab Imamat 27: 30 : “Demikian
juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah
maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus
bagi TUHAN. 31 Tetapi jikalau seseorang mau menebus juga sebagian dari
persembahan persepuluhannya itu, maka ia harus menambah seperlima. 32 Mengenai
segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari
segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang
kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi Tuhan”Dalam tradisi umat Israel
Perjanjian Lama persembahan persepuluhan ini diberikan kepada kaum Lewi.
Mengapa? Karena mereka tidak memiliki mata pencaharian lain selain bekerja di
bait Allah, di samping itu mereka tidak mendapatkan harta warisan. Perhatikan
kitab Bilangan 18:21 “Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka
segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya,
untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah
Pertemuan.” Sebaliknya, kaum Lewi juga mempunyai kewajiban menyerahkan
sepersepuluh dari persembahan persepuluhan yang mereka terima.
Persembahan yang kita lakukan saat ini bukan lagi
sebagai “korban” baik untuk penebusan dosa atau sebagai “alat” untuk
mendapatkan berkat dari Tuhan. Tuhan Yesus dengan karya penebusanNya telah
memperbaharui secara mendasar makna persembahan. Jangankan sepersepuluh,
mempersembahkan sepertiga atau setengah dari yang kita miliki pun tidak akan
cukup untuk mensyukuri kebaikan Tuhan. Oleh karena itu Tuhan Yesus tidak pernah
menyinggung soal jumlah dalam hal persembahan.
Persembahan sebagai ungkapan rasa syukur atas
keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita. Hal yang paling utama dalam
persembahan adalah hati yang bersyukur. Persembahan juga sebagai wujud nyata
pengakuan kita bahwa tanpa berkat Tuhan kita tidak bisa apa-apa.
Persembahan sebagai wujud nyata kesediaan kita untuk
turut menopang pekerjaan Tuhan di dunia ini.
Persembahan sebagai wujud nyata kesediaan kita untuk
tidak membiarkan uang dan harta benda menguasai hidup kita, dengan cara mau
mengurangi uang atau harta benda yang ada pada diri kita untuk kebutuhan
pelayanan.
Baca Juga:
Milikmulah Seluruh Hidupku
Catatan: Dengan pemahaman di atas bukan berarti kita
bisa seenaknya memberikan persembahan. Kalau kita sudah dewasa pastilah akan
secara dewasa pula memahami hal-hal di atas. Artinya, besar kecilnya
persembahan (tentulah sesuai dengan keadaan masing-masing) bisa menjadi salah
satu tanda kedewasaan iman seseorang. Langkah Praktis Secara teknis persembahan
bisa kita wujudkan berupa persembahan rutin dan persembahan khusus. Persembahan
rutin: Persembahan yang secara ajeg kita siapkan, misalnya:
Persembahan bulanan, atau kalau mau memakai istilah
persepuluhan (Maleakhi 3) atau seperlima (Imamat 6) juga tidak masalah.
Catatan: Persembahan persepuluhan atau seperlima disebut di atas semata-mata
hanya sebagai salah satu pilihan cara kita mendisiplin diri dalam bersyukur
kepada Tuhan. Sebab, kita tidak lagi menerapkan persepuluhan seperti di
Perjanjian Lama, sebab kalau diterapkan persis seperti di Perjanjian Lama akan
berbenturan dengan aturan gereja (GKJ). Karena di Perjanjian Lama persembahan
persepuluhan diberikan kepada kaum Lewi (untuk jaman sekarang -kira-kira- mirip
pendeta). Padahal di GKJ persembahan apa pun dipakai untuk berbagai macam
kebutuhan gereja.
Persembahan untuk ibadat-ibadat (Minggu, Hari Raya
Persembahan, Ibadat Rumah tangga, dlsb.)
Persembahan khusus: Persembahan yang kita serahkan ke
gereja ketika mengalami saat-saat istimewa dalam kehidupan kita. Tentang
persembahan khusus ini, saya menyampaikan jenis-jenis persembahan syukur yang
pernah dilaksanakan oleh warga GKJ di berbagai jemaat, yakni, a.l.: Sembuh dari
sakit; ulang tahun; naik pangkat/ karier; naik kelas/ lulus ujian; menempati
rumah baru; ulang tahun perkawinan; memenangkan tender; membuka usaha baru;
dikaruniai putra/i; diterima kerja; memasuki masa pensiun; berhasil menjual
rumah/ tanah. Ketika kita memberikan persembahan apa pun dan berapa pun,
haruslah dijauhkan dari “harapan tersembunyi” agar Tuhan memberikan kembali
berlipatganda dari yang telah kita persembahkan. Kalau disertai “harapan
tersembunyi” seperti itu berarti persembahan kita tidak lagi tulus. Bukankah
hal itu justru pertanda bahwa semangat mempersembahkan kita adalah semangat
materialistis, semangat keserakahan, bukan semangat ucapan syukur? Tentulah hal
itu justru bertentangan dengan kehendak Tuhan, bukan? Bagi orang percaya yang
dewasa, suka cita hidup dan berkat Tuhan tidak ditentukan oleh harta dan uang.
Bandingkan dengan penghayatan Ayub (Ayub 2: 10). Oleh karena itu semangat mempersembahkan
adalah semangat untuk semakin mengasihi Tuhan lebih dari hari-hari yang telah
lewat. Adalah tugas kita semua untuk terus belajar agar semakin dimampukan
untuk semakin dewasa iman. Sebab pertumbuhan gereja yang benar tidak ditentukan
oleh uang, tetapi oleh iman warga jemaat yang semakin dewasa. Tentulah juga
dipahami bahwa disamping uang, banyak di antara kita yang juga memberikan
persembahan yang luar biasa nilainya, a.l.: Tenaga, waktu, keahlian, dlsb.
“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan
buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang
menghasilkan buah yang baik. -Lukas 6: 43