Sabtu, 17 Oktober 2020

Memayu Ayem ing Driya - Edukasi Tentang Materi Bojana Suci sebagai Upaya Revitalisasi Ritus Bojana Suci bagi GKJ Bangsa Oleh: Pdt. Setiyadi

 Memayu Ayem ing Driya :: Edukasi Tentang Materi Bojana Suci sebagai Upaya Revitalisasi Ritus Bojana Suci bagi GKJ Bangsa

Dipersembahkan untuk mangayubagya 88  tahun GKJ Bangsa merayakan hidup dalam Rahmat Ilahi

Oleh: Pdt. Setiyadi*)

*) Ditahbiskan oleh GKJ Cipta Wening, 22 April 2005 dengan surya sengkala “Pandhawa Hanyipta Weninging Panembah”; diteguhkan oleh GKJ Ngentakrejo, 22 April 2012 dengan surya sengkala “Wrin Gusti Hanyipta Panembah”; diteguhkan oleh GKJ “Kijahi Sadrach” Karangyasa 30 April 2019 dengan surya sengkala “Nawadewata Manunggal Hanyipta Sembah” bertepatan dengan peringatan 120 tahun Kangjeng Kijahi Sadrach Soerapranoto diwisuda sebagai Rasul bagi Tanah Jawa. Menikah dengan Pdt. Wisnu Tri Handayani (GKJ Tanjung Priok), dianugerahi putera dengan wewangi Tantra Ardhanariswara Acintyabhakti.


Driya berarti sumber nalar-rasa (tuking pangrasa). Sebagai sumber nalar - rasa berarti di sana ada proses menalar melalui rasa sejati sebagai satu

keutuhan. Karena dalampangrasa, selalu didahului oleh olah cipta atau nalar

yang kemudian mengembang dalamolah rasa. Begitulah driya yang dipahami sebagai jantung hati alias pusat kehidupan.

Ayem selalu mengungkap kedalaman hati (driya) dalam keadaan ayom karena merasa terlindungi. Bahwa yang dirasakan dalamhati  tidak lain adalah rasa nyaman, tentram, dan ayomsehingga ayem. Hati yang ayem, artinya telah mampu mengelola dukacita. Dukacita jelastidak hanya berurusan dengan masalah perasaan. Duka berasal dari Bahasa Sanskerta  “dukkha” yang berarti penderitaan, kesedihan hingga keputus-asaan. Sedangkan cita dari bahasa yang sama “citta” yang artinya kesadaran atau pikiran. Maka merasa “ayem” berarti telah mampu berdamai dengan nalar dalam rasa sejati.

Memayu artinya mempertahankan atau melestarikan supaya tetap ayu, hayu, rahayu dan yuwana. Supaya tetap cantik, menawan, dan selamat-sejahtera. Ayu di sini tentu tidak terbataspada dimensi fisik-material namun mencakup juga dimensi spiritual, yakni ke-rahayu-an atau ka-yuwa-nan.

Atas dasar itulah, perihal “memayu ayem ing driya” pada akhirnya menemukan makna khususnya ketika ditempatkan sebagai jiwa refleksi GKJ Bangsa yang tengah merayakan ulang tahunnya. GKJ Bangsa menemukan spiritnya untuk melestarikan berkat kerahayuan dan kayuwanan yang telah diterima dari Gustining Dumadi. Berkat itu berujud ke -ayem-an sekaliguske-ayom-an sebagai buah kemampuan mengolah nalar-rasa karena selalu mampu melewati dukacita. Rahmat ini diandaikan selalu bersemayamdalamdriya (jantung-hati) GKJ Bangsa. Bagaimana hal ini bisa di indera? Tiap kali GKJ Bangsa mengerjakan liturgi sebagai jantung kehidupan menggereja, di situlah keayeman dan keayoman bisa dinalar - rasa hingga dijiwai oleh segenap umat. Apalagi ketika dalamliturgi i tu, Ritus Bojana Suci dirayakan. 

Untuk memenuhi maksud di atas, tu lisan ini bermaksud memberikan lukisan tentang bagaimana GKJ Bangsa memayu ayeming driya. Dari sinilah saya mencoba menyampaikan proposal kepada GKJ Bangsa tentang pentingnya merevitalisasi ritus Bojana Suci (Ekaristi atau Perjamuan Kudus) sebagai sarana memayu ayeming driya. Dalamkonteksdemikian, bisa jadi tulisan ini akhirnya menjadi lukisan yang bersifat visioner.  Ini layak dimaklumi  karena saya hanya  bisa memandang GKJ Bangsa dari kejauhan.

Memayu Ayem ing Driya  Melalui Ritus Bojana Suci

Ritus Bojana Suci merupakan jantung penghayatan iman yang penting bagi Gereja Kristen Jawa. Melalui ritus Bojana Suci, iman kepada karya  Hyang Triniji Suci menjadi hidup karena umat  partisipasi umat di dalamritus tersebut.

Partisipasi itu pertama-tama nampak melalui kesaksian iman jemaat yang dinyatakan saat pendadaran bojana. Dengan kerinduan yang sangat, saat umat ingin sekali makan “satu meja” dengan Tuhan-nya saat itulah nuansa partisipatif sudah terbangun. Hal mana dilanjutkan ketika umat  dengan kesadarannya menghaturkan persembahan yang mendahului sekaligusmengakhiri ritus Bojana Suci. Bahwa lewat persembahan itu umat mau terlibat untuk karya penyelamatan dunia seperti telah dikerjakan oleh Hyang Triniji Suci. Bagaimana Sang Putera Allah mempersembahkan diri-Nya bersama Roh Kudus dan diterima oleh Bapa sebagai persembahan yang tanpa cela bagi keselamatan dunia.

Dengan pemahaman seperti itu, ditemukanlah signifikansi ritus Bojana Suci untuk direvitalisasi sebagai wahana bagi GKJ Bangsa memayu a yeming driya. Dalam rangka melakukan revitalisasi, saya hendak memanfaatkan pemikiran David Grumett (2016) lewat bukunya  Material Eucharist. New York: Oxford University 

Press. Saya sangat berhutang budi pada isteri saya -Pdt. Wisnu Trihandayani- untuk diskusinya tentang pemikiran Grumett ini. Betapa pentingnya Materi Ekaristi yang digunakan dalam ritus Bojana Suci.

Memayu Materi Bojana Suci

Mengapa materi Bojana Suci – Roti dan Anggur - layak mendapatkan perhatian dalamrangka merevitalisasi ritus Bojana Suc i (Ekaristi)? Bagi Grumett elemen- elemen material Ekaristi perlu diperhatikan lebih sungguh supaya tidak terjadi diskoneksi antara perayaan Ekaristi dengan kehidupan material orang Kristen , termasuk doktrin tentang jati diri dan kehidupan Kristussebagai manusia (Grumett 2016, 3). Dari sinilah Grumett lalu mengajak untuk melihat Ekaristi secara luas, menyeluruh dan utuh.

Ekaristi merupakan praktik privat sekaliguskomunal sebagai perayaan harian umat maupun perayaan untuk seseorang menjelang kematiannya. Aspek komunal Ekaristi ini terletak dalamrelasi saling mendukung dalamiman diiringi pelay anan  pastoral yang mengundang orang untuk masuk dalamkomunitas . Grumett melanjutkan bahwa Ekaristi juga menghubungkan hidup, kematian, dan kebangkitan Kristusdengan umat Kristen.. Hal ini terjadi karena Ekaristi diterim a oleh manusia yang menubuh sebagai material ciptaan. Grumett berargumen

bahwa terjadi koneksi antara tubuh dan darah penerima komuni dengan Tubuh dan Darah KristusdalamEkaristi (Grumett 2016, 3).

Atasdasar pemahaman di atas, pertanyaan mengapa roti dan anggur merupakan elemen yang paling sesuai untuk Ekaristi bisa dijawab. Ketersediaan roti dan anggur melalui prosesyang panjang. Ada proses pertumbuhan hingga panen,  selain pembuatan roti dan anggur yang bergantung dari material-material 

penyusunnya seperti: air, garam, gandum, minyak, ragi, buah anggur, proses fermentasi, dst.

Grumett menjabarkan material yang membentuk elemen-elemen ekaristi kemudian digali nilai teologisnya, misalnya gandum. Salah satu alasannya menurut Grumett adalah:

The bread becoming Christ’s body by miraculous divine intervention may be viewed as an intensification of the natural transformation of soft dough into firm risen loaf by the action of leaven and heat, especially as this transformation was not fully understood. The wine becoming Christ’s blood, by similar divine intervention, may appear as an equivalent intensification of the natural but mysterious transformation of grape juice into inebriating liquor through fermentation. (Grumet 2016, 25) 

Grumett menjelaskan ada dua bagian gandumyang digunakan, yaitu  gandum dan jelai. Jelai merupakan gandumberkualitaslebih rendah karena kandungan gluten  dan kualitasrasa lebih rendah dibandingkan gandum, serta lebih sulit dicerna. Namun, jelai lebih cepat tumbuh, dapat mentolerir kondisi cuaca yang keras, dan tumbuh di lahan yang kurang su bur. Ia dapat tumbuh di tempat  gandum tidak mampu tumbuh. Kisah Rut dalamPerjanjian Lama menunjukkan bahwa ia memanen jelai, gandumyang berkualitasrendah yang sengaja ditinggalkan oleh para pekerja Israel untuk orang asing atau orang miskin.


Pada abad ketiga, tradisi apostolik memakai kontekspanen raya kisah Rut dalam liturgi Ekaristi. Salamyang disampaikan imammerupakan salamyang disampaikan Boaskepada Rut dan Naomi ketika mereka memasuki ladang

gandumuntuk memungut jelai di belakang para penuai: “Tuhan besertamu.” Salam


ini diucapkan ketika pembukaan, sebelumkolekta, sebelumpembacaan Injil, di awal doa Ekaristi, dan sebelumberkat. Grumett mengutip WilliamDurand 

menghubungkan lima kegunaan salamini dalamliturgi dengan salamyang diucapkan Kristuskepada para murid pada hari kebangkitan -Nya, yaitu pada Maria Magdalena, sekelompok perempuan yang datang ke makam, dua murid yang berjalan ke Emaus, dan di rumah kepada sepuluh murid -Nya. Dengan demikian, Boaz merupakan model untuk Kristus (Grumett 2016, 29).


Prosesmenanam, pertumbuhan, panen dan pengolahan hasil panen gandum dikaitkan dengan kelahiran, kehidupan, sengsara, kematian, dan kebangkitan Kristus, serta peran Maria, Bunda-Nya. Grumett menyoroti kata-kata teolog dan penyair Siria Cyrillonas mengutip perkataan Yesus dalam Injil Yohanes: ”Jikalau biji gandumtidak jatuh ke dalamtanah dan mati, ia tetap satu biji saja; teta  pi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh, 12: 24).  Ketika bulir gandum tumbuh, ia menghadapi berbagai tantangan, burung, serangga, angin, hujan, panas terik. Namun, ia tetap tumbuh dalamsenyap, hidup di antara manusia, m elindungi dan memelihara hidup manusia dan Ekaristi . Sama seperti Kristus yang diserang sepanjang pelayanan dan hidupnya, namun tetap tinggal dalamdamai.  Grumett menuturkan bahwa Cyrillonasjuga membandingkan sengsara, kematian, dan kebangkitan Kristusdan Ekaristi dengan prosespengirikan gandum.


Selanjutnya Grumett juga menjelaskan bahwa bukan hanya Kristus yang direfleksikan sebagai gandum, karena peran bunda Maria juga menggambarkan prosespertumbuhan gandum. Maria dapat digambarkan sebagai bumi yang menerima siraman hujan dan embun yang membuatnya menumbuhkan gandum. Tanah adalah rahimMaria yang menumbuhkan gandum (Grumett 2016, 31). Maria juga dipandang sebagai kulit yang di dalamnya Kristus dikandung.


Gandumyang dikaitkan dengan kehidupan, sengsara, dan kematian Kri stus menggambarkan siklus kehidupan manusia dan maknanya. Itu semua 

diungkapkan dalamritus Ekaristi. Dengan kata lain, Ekaristi menyatukan kehidupan, sengsara, kematian Kristus dengan kehidupan, sengsara, dan kematian serta maknanya dengan seluruh manusia. Dalam arti yang demikian, memayu materi Bojana Suci atau Ekaristi mesti menjadi hal yang perlu mendapatkan prioritas. Bahwa di balik materi roti dan anggur itu ada pengungkapan tentang peristiwa penyelamatan yang dikerjakan Sang Putera Allah.

Materi Ekaristi Mengungapkan Misteri Kristus dalam

Relasinya dengan Ciptaan

DalamRitus Bojana Suci, materi Ekaristi – roti dan anggur – memiliki keterhubungan yang khasdengan Misteri Kristus. Karena roti dan anggur menunjuk pada Tubuh dan Darah Kristus.  Di sinilah pentingnya pengungkapan tentang materi dalamritus Bojana Suci yang memiliki relasi dengan ciptaan. Grumett berusaha membuktikan bahwa melalui Ekaristi, substansi Kristus terhubung dengan substansi seluruh tatanan ciptaan.  Dengan memperhatikan aspek material dalamEkaristi, umat menjadi lebih terhubung dengan dunia material di sekitarnya, dan membuat Ekaristi menjadi berarti di dalamdan di luar Gereja. Oleh karena itu, Grumett memilih meletakkan Ekaristi dalamkonteks doktrin penciptaan, kejatuhan dalamdosa, dan pemeliharaan  Tuhan (Grumett

2016, 105).

Injil Yohanes dipakai Grumett dengan meminjamgagasan Maximus sebagai cermin dari Kejadian 1-2: 4a tentang prosespenciptaan tatanan ciptaan. Kisah penciptaan di Kejadian ditutup dengan Allah beristirahat pada hari Sabat sementara Injil Yohanesceritanya terbuka pada kemungkinan lain. Ia menghubungkannya dengan kisah Yesusyang menyembuhkan orang lumpuh di tepi kolamBetesda pada hari Sabat. Yesus menjelaskan tindakan -Nya dengan 

mengatakan: “Bapaku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga”. Cerita ini terhubung dengan kisah penciptaan yang menggambarkan bahwa Kristus terus memelihara dan memulihkan tatanan ciptaan (Grumett 2016, 118).


Untuk mempertajamgagasan teologisnya, Grumett merujuk pada pandangan Martin Luther yang menunjukkan bahwa Kristushadir dan meresap dalamtatanan ciptaan, doktrinya disebut ubiquity (Grumett 2016, 120). Luther seperti diuraikan Grumett, menyebutkan bahwa Kristus sebagai pemelihara hadir di man a-mana, di dalamdan melalui tiap bagian dari ciptaan, di segala tempat, memenuhi segala sesuatu, sehingga dunia dipenuhi Allah. Namun, Ia sekaligusmelampaui segala ciptaan.


Begitulah arti penting materi dalamritus Bojana  Suci yang tidak terpisah dengan eksistensi Kristus di dalamdan seluruh ciptaan. Dari sini pula  ditunjukkan bahwa revitalisasi ritus Bojana Suci mesti dimulai lewat edukasi tentang mate  ri yang digunakan. Hal ini semakin signifikan dan relevan mana kala anak-anak sudah diundang makan di Meja Perjamuan T uhan.

Edukasi Tentang Materi Bojana Suci sebagai Upaya

Revitalisasi Ritus Bojana Suci bagi  GKJ Bangsa

Sayang, selama ini, seringnya materi Bojana Suci tinggal dibeli. Baik itu anggur maupun roti. Sudah tentu edukasi seperti dimaksudkan dalamuraian di atas menjadi sulit dikerjakan. Kecuali bila GKJ Bangsa den gan kemauan yang kuat sungguh-sungguh berusaha melakukan revitalisasi terhadap materi Bojana Suci.

Di sinilah dalamrangka revitalisasi ritus Bojana Suci sejatinya mengundang seluruh warga jemaat untuk berpartisipasi. Alangkah indahnya bila materi roti 

dan anggur adalah karya cipta dan sajian dari t ubuh GKJ Bangsa sendiri. Dimulai dari benih yang ditanam, dirawat, dipanen, hingga diolah menjadi roti dan anggur yang khasbagi GKJ Bangsa. Tentang bagaimana benih itu dit anamhingga dipanen, semuanya dihadiri oleh Gereja melalui upacara atau kebaktiannya. Kebaktian

masa tanamdan kebaktian panen.

Jadilah, peluang untuk melakukan revitalisasi kebaktian masa tanamdan panen mendapatkan tempatnya. Dalamrangka ini kajian menurut tradisi  budaya local

dan setempat bisa dikerjakan beriringan dengan kajian menurut tradisi Kitab Suci. Misalnya konteksHari Raya Pentakosta dan Hari Raya Pondok Daun sebagai kebaktian masa panen yang bisa me mberi makna pada kehadiran GKJ Bangsa untuk merayakan masa panen.  Terutama ketika hasil panen itu dipersembahkan sebagai materi dalamritus Bojana Suci.


Ketika hal tersebut bisa dikerjakan bersama dengan kelompok masyarakat tentu bisa mendorong tercapainya ketahanan pangan. Dengan pemahaman pada siklus ini, diharapkan akan melahirkan generasi petani milenial  yang mencintai bumi. Bahwa melalui benih yang ditanamdan menjadi bahan makanan, di sana daya Ilahi dianugerahkan. Nilai iman inilah yang semenjak dini perlu diperkenalkan pada generasi Gereja. Di sini pula, edukasi tentang materi Bojana Suci memberikan sumbangannya pada budaya ketahanan dan kelestarian pangan.


Sebagai penutup, baiklah saya kutipkan tu lisan Christiaan de Jonge (2008), yang melukiskan mengapa keberadaan roti dan anggur begitu vital dalamritus Bojana Suci sebagai tradisi yang berumur lebih dari duapuluh abad.   Tulisan de Jonge ini menarik, karena menginspirasi bagaimana semestinya roti dan anggur disediakan secara mandiri oleh jemaat sebagaimana telah menjadi kebiasaan khusus gereja - gereja di Indonesia pada zaman d ahulu. Demikian de Jonge menuturkan: 

“Penggunaan roti dan anggur menyebabkan beberapa kebiasaan khusus di gereja-gereja di Indonesia. Misalnya roti Perjamuan tidak boleh dibeli, tetapi harus dibuat di rumah pendeta, diiringi doa. Dapat diduga bahwa kebiasaan membuat roti di rumah pendeta berasal dari zaman Pekabaran Injil, waktu roti belum lazim di sini. Hanya istri pekabar Injil yang tahu resep membuat roti. Kemudian hal itu menjadi kebiasaan, bahkan keharusan. Kebiasaan lain adalah bahwa setiap keluarga yang turut dalam Perjamuan menyumbangkan satu butir telur untuk roti Perjamuan, sehingga lebih menjadi kue dari roti biasa. Celakaah bila pembuatan roti gagal (karena tepung atau ragi kurang baik), sebab langsung diduga bahwa ada dosa tersembunyi pada pendeta dan keluarganya.” 



 
KLIK TOMBOL HIJAU INI UNTUK BERTANYA KONSULTASI DENGAN PENDETA GKJ BANGSA VIA WHATSAPP - 085228765288
wa