Pada Minggu Palmarum, segenap umat percaya diajak untuk mengenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yesusalem menjelang kematian-Nya di atas kayu salib. Minggu Palmarum ini ditandai dengan daun Palma (daun Palem). Daun Palma melambangkan perdamaian, kehidupan, kemenangan, dan pengharapan akan pertolongan Tuhan. Minggu Palmarum juga merupakan awal kita memasuki Pekan Suci.
Belajar dari Teladan Yesus : Taat sampai Mati. Kesadaran Yesus untuk taat kepada kehendak Bapa membawa-Nya tetap setia meskipun salib yang harus ditanggung-Nya. Ia tidak takut dan gentar menghadapi penderitaan dan kematian di depan-Nya. Ia yakin bahwa pengorbanan-Nya tidak akan sia-sia, pengorbanan-Nya membawa keselamatan bagi manusia. Kedatangan Yesus ke Yerusalem menjadi kesaksian bagaimana Ia taat sampai mati demi menebus dosa umat manusia. Dari sini kita dapat meneladani Yesus sebagai pribadi yang sungguh-sungguh taat kepada Allah dan pribadi yang mau berkurban bagi umat manusia. Hendaknya kita demikian, hidup taat kepada Tuhan Allah. Artinya hidup kita, sikap kita, ucapan kita, pikiran kita senantiasa seturut dengan kehendak Allah. Kita mau memberikan kesaksian hidup yang baik, sikap kita menunjukkan sikap kasih kepada sesama, ucapan kita memperkatakan syukur dan berkat, dan pikiran kita memikirkan hal-hal yang positif, yang membangun kehidupan bersama. Kita hidup untuk menjadi berkat bagi orang lain. Hanya dengan terus mengarahkan mata hati dan hidup kita pada Kristus, maka kita akan mampu menghadapi setiap kesulitan, pergumulan, dan pencobaan dalam hidup kita. Kita akan dikuatkan dan dimampukan memikul salib kita dalam menjalani hidup ini.
Berpengharapan yang Benar kepada Allah. Seringkali orang Kristen hanya menginginkan berkat Tuhan dalam hidupnya. Namun saat ujian dan cobaan datang iman mereka menjadi lemah dan goyah. Mengapa? Karena harapan mereka mengikut Yesus untuk mendapatkan berkat dan kelimpahan tidak terwujud. Disini kita dapat melihat orang-orang Yahudi yang semula memuji dan menyerukan “Hosana” saat Tuhan Yesus memasuki Yerusalem, selang beberapa hari kemudian mereka meneriakkan, “Salibkan Dia”. Ini terjadi karena mereka memiliki harapan mesianik yang salah terhadap Tuhan Yesus. Sebab itu, penting bagi kita untuk berpengharapan yang benar kepada Allah, yaitu meyakini bahwa rancangan Allah adalah rancangan kebaikan dan damai sejahtera bagi kita. Sekalipun jalan hidup yang kita lalui penuh rintangan, tantangan, ujian dan cobaan, kita tidak putus asa dan menyerah. Justru setiap peristiwa itu membuat kita semakin dewasa di dalam Tuhan.
Kita mampu menyelami karya Tuhan dan rencana Tuhan bagi kita, sehingga di saat-saat krisis sekalipun, iman dan pengharapan kita tetap teguh. Kita dapat melihat dan merasakan penyertaan dan pertolongan Tuhan atas hidup kita sekalipun kita harus memikul salib dalam hidup ini.
Menjauhkan Diri dari Pemikiran atau Penilaian Negatif terhadap Orang Lain
Hal terakhir yang dapat kita refleksikan dari sikap orang-orang Farisi, yaitu kita belajar untuk tidak berpikir negatif atau berburuk sangka terhadap orang lain. Memang harus kita sadari bahwa hidup kita tidak lepas dari penilaian dan pandangan negatif dari orang lain kepada kita. Namun bukan berarti kita kemudian bersikap yang sama, atau kita juga berpikir negatif dan berburuk sangka terhadap orang lain, sama seperti pemikiran orang Farisi terhadap Tuhan Yesus. Karena itu, pada Minggu Palmarum ini, mari kita sebagai umat Tuhan membiasakan diri untuk berpikir positif dalam memandang sesama kita. Mari kita mengarahkan diri kita untuk berempati pada sesama kita, sehingga kita dapat melihat kebaikan dan hal yang positif dari sesama kita. Amin.