Minggu, 08 Juni 2025

Roh Kudus Sang Penolong Menuntun Kita Kepada Kebenaran

 Roh Kudus Sang Penolong Menuntun Kita Kepada Kebenaran


Hari Pentakosta itu momentum yang dipersiapkannya oleh Tuhan untuk memulai era baru dalam kehidupan persekutuan. Beberapa hal penting dapat disampaikan berikut ini: Pemerataan panggilan memberitakan Injil. Ketika para murid masih bersama-sama dengan Yesus, mereka dengan mudah bisa sendhen pada Yesus ketika sedang menghadapi kesulitan. Namun ketika Yesus telah naik ke sorga, para murid harus menghadapi sendiri berbagai tantangan dan hambatan; ibarat seorang saksi di pengadilan. Ia harus mampu menjawab sendiri setiap pertanyaan dan siap menghadapi risikonya. Sedangkan pada hari Pentakosta, tugas panggilan memberitakan Inijil Yesus Kristus itu ditumpahkan pula kepada setiap orang. Dan sejak itu injil tersebar ke berbagai tempat. Perhatikan ayat ini, “…Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di Negeri asal kita…”. Tersirat dari ungkapan ini ialah diterobosnya sekat-sekat/ tembok pemisah oleh karya nyata Roh Kudus, sehingga Injil tak lagi ekslusif di lingkungan Yahudi; juga tak lagi tertumpu pada pundak para rasul, melainkan siapa pun yang mendengarkan dan mengikuti terpanggil untuk memberitakan kepada sesama.

Kehidupan iman yang terus bertumbuh, tak mandeg apa lagi mundur. Injil Yohanes yang telah kita baca menulis bahwa Roh akan menuntun kita pada kebenaran yang utuh (ay.13). Kalau diibaratkan (mungkin contoh ini tidak pas, Anda bisa mengganti dengan yang lebih pas) hidup kita ibarat segenggam kapas yang kemudian mengapung di air; semakin kapas itu rela hati menerima kehadiran air, maka kapas itu akan tenggelam di dalam air. Ketika kapas itu diangkat maka seluruh bagian dari kapas itu tak lagi bebas dari air. Sama halnya dengan kesediaan kita menerima karya Roh Kudus, isi hati dan pikiran kita akan dipenuhi oleh Roh itu sehingga yang muncul dalam hidup kita hanyalah kebenaran; memang tidak seketika. Contoh yang amat jelas dalam hal ini ialah Petrus dan Stefanus. Petrus yang pernah menciut nyalinya ketika menerima ancaman bahaya (ingat ketika ia ditanya oleh para perempuan menjelang Yesus disalib) tumbuh -berproses- menjadi Petrus yang siap menghadapi segala risiko. Demikan pula halnya Stefanus. Penderitaan luar biasa dialaminya karena dilempari batu, tetapi dari dalam dirinya mengalir kejernihan hati dan pikiran, “Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka.”

Hidup di dalam dan dengan anugerah. Yesus telah mengambil alih puncak penderitaan kita, yaitu hukuman dosa. Yang tersisa dalam hidup kita adalah rasa syukur, ini saja! Seluruh kehidupan tak lagi diisi oleh kehausan untuk mencari dan mengejar berkat, tetapi hidup optimal atas potensinya sehingga tak lagi putus asa ketika tak mendapatkan atau mengeluh ketika dikecewakan.

Roh itu bekerja di dalam, bukan di luar. Yang tampak pada diri kita oleh orang lain adalah tubuh, sedangkan pikiran dan hati itu di dalam, tak tampak oleh mata. Orang yang selalu membuka diri terhadap karya Roh Kudus PASTI terolah pikiran dan hatinya sehingga semakin matang dan dewasa dari waktu ke waktu.


 
KLIK TOMBOL HIJAU INI UNTUK BERTANYA KONSULTASI DENGAN PENDETA GKJ BANGSA VIA WHATSAPP - 085228765288
wa