“KELUARGAKU, SEKOLAH KARAKTERKU” (1 Timotius 3:15)
Setiap orang tua akan mencarikan tempat pendidikan yang bermutu dan baik, bahkan yang terbaik. Setiap tahun ajaran baru, orang tua dan anak memilih di sekolah atau fakultas pilihan. Ini semua dilandasi pemahaman dan keinginan, bahwa tempat di mana anak-anak ini menempuh studi akan menentukan masa depan mereka. Tidaklah mengherankan apabila sekolah atau perguruan tinggi yang berkualitas dan bermutu senantiasa menjadi tempat favorit bahkan menjadi “rebutan”. Apabila sekolah atau universitas kita pandang mempengaruhi masa depan anak-anak kita, dan oleh karena itu kita berupaya mencari yang terbaik, apakah kita berpikir yang sama untuk keluarga? Keluarga di mana anak-anak kita lahir, tumbuh dan berkembang, apakah sudah menjadi tempat yang terbaik dan terjamin mutunya? Apakah setiap orang yang terlibat di dalamnya telah bertanggungjawab sedemikian rupa? Apakah anak-anak kita telah mendapatkan tempat untuk tumbuh kembangnya dengan sempurna di tengah keluarga yang Tuhan Allah bentuk? Bila hal ini belum terjadi, maka kita memiliki pekerjaan rumah yang besar.
Rumah tangga atau keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana anak-anak kita bersekolah atau menempuh pendidikan. Orang tua dan saudara adalah guru pertama dan utama bagi anak-anak untuk menumbuhkan dan membentuk karakternya, masa depannya. Banyak orang tua yang kaget dan tidak bisa terima, saat anak-anaknya mengalami permasalahan di sekolah. Orang tua tidak jarang menyalahkan sekolah, guru, teman-teman anaknya, saat mendapati anak-anaknya mengalami permasalahan. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah tempat utama dan pertama di mana anak-anak kita menumbuhkan karakternya. Lingkungan sekolah dan pergaulan akan menjadi tempat di mana anak kita mengembangkan karakternya.
Timotius masih muda ketika ia menjadi pemimpin jemaat. Anak rohani dari rasul Paulus menjadi pemimpin yang dapat diandalkan. Paulus bertemu dengannya di Listra (Kis.16:1). Lahir di tengah keluarga yang berbeda latar belakang, ibunya Yahudi dan ayahnya Yunani. Sepertinya mereka juga memiliki keyakinan yang berbeda. Timotius dikenal baik oleh saudara-saudaranya di Listra (Kis.16:2). Timotius juga dikenal mewarisi iman dan pengajaran dari neneknya Louis dan ibunya Eunike (2 Tim.1:5). Timotius menyertai perjalanan Paulus memberitakan Injil. Ia juga sering diutus kepada jemaat-jemaat sebagai utusan Paulus (1 Kor. 4:17). Paulus juga menyertakan salam dari Timotius saat ia mengirim surat kepada jemaat-jemaat (2 Kor.1:1, Fil. 1:1, Kol.1:1, 1 Tes. 1:1, Fil. 1:1). Hal ini mengajarkan bahwa keluarga dimana Timotius tumbuh dan di didik adalah tempat yang sangat mempengaruhi masa depannya. Ia tumbuh dengan karakter yang terbentuk di tengah keluarga. Sebelum berjumpa dengan Paulus, ia sudah dikenal sebagai pribadi yang baik. Karakter anak tumbuh dan berkembang dari bagaimana cara kita mendidik mereka. Apakah saat ini, kita masih mempunyai kesempatan untuk menumbuhkan karakter yang benar bagi setiap anggota keluarga? Tidak ada kata terlambat, mari kita mulai dari diri sendiri, kita mulai dari keluarga kita. Keluarga yang Tuhan Yesus teguhkan, berkati dan satukan.