Bahan Dasar Bulan Keluarga 2023
Bertumbuh dalam Kebiasaan Positif (1 Tesalonika 2:7-8)
S’dikit demi sedikit, tiap hari tiap sifat,
Yesus mengubahku, (Dia ubahku),
sejak ‘ku t’rima Dia, hidup dalam anug’rah-Nya
Yesus mengubahku
REFF:
Dia ubahku, o.. Juru s’lamat,
‘ku tidak seperti yang dulu lagi
Meskipun nampak lambat,
Namun kutahu, ‘ku pasti sempurna nanti
Pengantar
Setiap pribadi maupun keluarga hidup dengan kebiasaannya masing-masing. Ada sebuah keluarga yang membiasakan setiap anggotanya bangun pagi, membereskan kamar tidur masing-masing, mengawali hari dengan membaca Alkitab dan doa harian, piket harian, sarapan bersama dan berbagi refleksi harian. Kebiasaan itu dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa tindakan-tindakan baik yang dilakukan terus menerus menjadikan keluarga bertumbuh dalam kasih karunia Allah. Sebaliknya, ada keluarga yang membiarkan semua anggota keluarganya bangun sesuka hati, membiarkan kamar tidur “awut-awutan”, rumah tak tertata, tidak ada komunikasi dalam keluarga. Pembiasaan itu tentunya dilakukan karena pilihan dari keluarga yang menetapkan bahwa semua dilakukan dengan bebas, sesuai dengan keinginan masing-masing anggotanya.
Kebiasaan (habit) merupakan rutinitas atau praktik yang dilakukan secara teratur, tanggapan otomatis terhadap situasi tertentu. Kalimat itu merupakan penjelasan dari kata hab-it dalam buku Atomic Habits – Perubahan-Perubahan Kecil yang Memberikan Hasil Luar Biasa karya James Clear . Dari definisi kebiasaan sebagaimana disebutkan oleh Clear itu, kebiasaan tidaklah sesuatu yang dilahirkan melainkan sebuah pembentukan melalui proses yang disengaja, direfleksikan dan ada upaya untuk melanjutkan atau menghentikan sebuah kebiasaan.
Sebagai sebuah tindakan, kebiasaan meliputi hal-hal yang positif maupun negatif. Kebiasaan positif di sini dimaksudkan pada sebuah rutinitas atau praktik-praktik yang sesuai dengan kebajikan (virtues). Sebaliknya, kebiasaan negatif adalah rutinitas atau praktik yang bertentangan dengan kebajikan. Meskipun kebiasaan (baik yang positif maupun negatif) relatif kecil, lama kelamaan akan membentuk kehidupan seseorang, komunitas, bangsa.
Bulan Keluarga menjadi waktu untuk berefleksi tentang seperti apa kebiasaan-kebiasaan keluarga kita. Firman Tuhan menerangi refleksi kita atas setiap kebiasaan itu. Tentu saja Bulan Keluarga tidak menghilangkan bulan-bulan yang lain untuk menghayati kehidupan keluarga kita. Dengan adanya waktu yang khusus, kita akan merayakan kehidupan keluarga agar bertumbuh melalui kebiasaan positif.
Lingkaran Kebiasaan
Pembahasan tentang lingkaran kebiasaan di Bahan Dasar Bulan Keluarga 2023 ini, kita akan menggunakan pemikiran dari Charles Duhigg dalam buku The Power of Habit (Dasyatnya Kebiasaan) . Latar belakang Charles Duhigg adalah seorang reporter investigasi New York Times. Buku tulisannya di latar belakangi pada ratusan penelitian akademik, wawancara dengan tiga ratus ilmuwan dan eksekutif serta penelitian di ratusan perusahaan tentang kebiasaan. Dari sanalah Duhigg berfokus mencermati kebiasaan seperti yang didefinisikan secara teknis: pilihan-pilihan yang kita buat secara sengaja pada suatu saat, dan yang kita tak lagi pikirkan, namun seringkali terus dilakukan setiap hari.
Dari mana kebiasaan terjadi? Duhigg menyebut adanya: 1) lingkaran kebiasaan. 2) otak yang “mengidam” bagaimana menciptakan kebiasaan baru. 3) aturan emas kebiasaan “mengapa perubahan terjadi”. Kebiasaan adalah sebuah tindakan rutin yang dikerjakan terus menerus akan memprogram otak manusia. Di dalam otak manusia terdapat ganglia basal yang merupakan pusat bagi pengingatan pola dan bekerjanya otak berdasarkan pola-pola tersebut. Dengan kata lain, ganglia basal menyimpan kebiasaan-kebiasaan meskipun bagian besar otak lain tertidur. Jutaan (bahkan milyaran) orang melakukan aktivitas rumit setiap pagi, tanpa berpikir. Dari bangun tidur, menuju toilet, membuat kopi, mandi, berangkat ke tempat kerja dengan menggunakan kendaraan, dan sebagainya hingga malam dengan rutinitasnya. Rutinitas itu menjadi kebiasaan. Di sinilah ganglia basal bekerja, mengidentifikasi kebiasaan yang disimpan di dalam otak.
Kebiasaan, kata ilmuwan, muncul karena otak terus menerus mencari cara untuk menghemat tenaga. Jika dibiarkan saja, otak akan mencoba menjadikan nyaris setiap rutinitas sebagai kebiasaan, sebab kebiasaan memungkinkan benak kita lebih sering bersantai. Otak yang efisien memungkinkan kita berhenti terus menerus memikirkan perilaku dasar. Namun menghemat upaya mental bisa berisiko, sebab jika otak melakukan aktivitas yang salah, bisa jadi seseorang gagal menyadari hal-hal penting karena otak terus mengarahkan pada kebiasaan.
Proses di dalam otak kita merupakan sebuah lingkar bertahap tiga. Pertama, ada tanda (cue), pemicu yang memberitahu otak untuk memasuki mode otomatis dan kebiasaan mana yang harus digunakan. Kedua, rutinitas (routine), yang bisa jadi fisik, mental, ataupun emosional. Ketiga, adanya hadiah (reward) yang membantu otak mengetahui apakah lingkar itu patut diingat di masa depan. Dalam kebiasaan, lingkar: pemicu - rutinitas – hadiah semakin otomatis. Tanpa adanya lingkar kebiasaan itu otak manusia bisa kewalahan menghadapi hal-hal yang beraneka rupa dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang yang ganglia basalnya rusak, ia akan mengalami kelumpuhan mental. Karenanya kebiasaan itu sungguh kuat, namun rapuh. Pengaruh kebiasaan dalam membentuk kehidupan kita jauh lebih besar daripada yang kita sadari – bahkan kebiasaan sedemikian kuat sampai-sampai otak kita terus bergantung kepada kebiasaan tanpa memedulikan segala sesuatu yang lain, termasuk akal sehat.
Bagaimana menciptakan kebiasaan baru?
Dalam lingkar kebiasaan, terdapat proses “ngidam” untuk menciptakan kebiasaan baru. Cara paling efektif untuk mengubah kebiasaan adalah dengan mendiagnosis dan mempertahankan pemicu dan hadiah dari sebuah lingkaran kebiasaan, dan hanya berusaha mengubah rutinitasnya. Cara ini berlaku untuk segala kebiasaan yang ada, dari yang sederhana seperti bangun pagi untuk menggosok gigi agar bau mulut hilang hingga tindakan paling rumit dalam kehidupan sehari-hari. Ngidam merupakan keinginan yang kuat dan bisa memaksa otak untuk keluar dari zona kebiasaan dengan melakukan rutinitas baru. Psikologi dasar “ngidam” untuk mengubah kebiasaan adalah: Pertama, temukan tanda yang sederhana dan jelas dari setiap kebiasaan saat ini. Kedua: definisikan hadiah (hal baru) yang jelas.
Mengapa perubahan terjadi? Hal mendasar untuk mengubah kebiasaan orang adalah percaya bahwa perubahan tersebut akan terjadi. Dalam berbagai penelitian tentang perubahan kebiasaan ditemukan bahwa sejatinya kita tidak bisa melenyapkan kebiasaan buruk, melainkan bisa mengubahnya. Percaya bahwa perubahan akan terjadi menjadi tujuan yang digerakkan oleh rutinitas/aktivitas sehari-hari sesuai dengan tujuan yang diyakini akan terjadi.
Di dalam lingkaran itu, ada penentu yang diyakini mengubah kebiasaan yaitu: Tuhan. Ia adalah kekuatan tertinggi yang telah memasuki kebiasaan. Para peneliti menemukan bahwa kepercayaan (keyakinan) akan mendatangkan perbedaan. Begitu seseorang belajar bagaimana mempercayai sesuatu, kemampuan itu menyebar ke dalam seluruh kehidupan. Dampak dari penyebaran itu adalah keyakinan akan terjadinya perubahan. Kepercayaan adalah bahan yang membuat lingkar kebiasaan yang digarap – ulang menjadi perilaku permanen. Penelitian menemukan bahwa ketika seseorang melakukan upaya perubahan secara sendiri, banyak yang mengalami kesulitan bahkan kegagalan. Orang mungkin ragu terhadap kemampuannya berubah bila sendirian, namun kelompok akan meyakinkannya agar jangan sampai tidak percaya. Komunitas melahirkan kepercayaan.
Bersama keluarga, setiap anggotanya memiliki keyakinan bahwa perubahan hidup ke arah yang dicita-citakan akan terwujud. Ketekunan melakukan refleksi atas pengalaman-pengalaman hidup dengan terang sabda Allah membuat keluarga terus menemukan sumber inspirasi yang tidak pernah kering sehingga setiap kebiasaan positif yang ada di dalamnya menumbuhkan keluarga. Uraian tentang keluarga sebagai komunitas kebiasaan di atas masih sangat terbatas. Supaya pemahaman itu semakin lengkap, kita akan menambahkannya melalui Ibadah Minggu, Pemahaman Alkitab, Persekutuan Doa, Sharing Kegiatan.
Ibadah Pembukaan didasarkan pada Filipi 2:1-13. Keluarga diajak untuk menghayati kebiasaan bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus. Minggu kedua, keluarga akan menghayati pembiasaan hidup keluarga yang adil dan benar (Yesaya 5:1-7). Minggu ketiga, keluarga diarahkan untuk menghidupi damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal (Filipi 4:1-9). Minggu keempat, keluarga diajak untuk membiasakan saling mendukung dan mendoakan (1 Tesalonika 1:1-10). Minggu kelima, di penutupan bulan keluarga, kita akan meneguhkan kehidupan keluarga agar bertumbuh dalam kebiasaan positif (1 Tesalonika 2:1-8). Ibadah dilaksanakan secara intergenerasional.
Pemahaman Alkitab di Bulan Keluarga 2023 diharapkan menjadi sarana untuk menghayati keluarga untuk bertumbuh dalam kebiasaan positif. Terdapat 4 bahan Pemahaman Alkitab yang akan mengulas tentang kesederhanaan, kemandirian, kelenturan, ketabahan. Melalui Persekutuan Doa, keluarga akan menghayati kebiasaan-kebiasaan efektif dari pemikiran Sthepen R. Covey. Terdapat tujuh kebiasaan efektif seperti: kebiasaan proaktif, memulai dan memikirkan tujuan, mendahulukan hal-hal yang utama, berpikir “menang-menang”, berusaha untuk memahami dahulu baru dipahami, bersinergi dan mengasah gergaji. Dengan sarasehan, keluarga diharap mewujudkan pembaharuan dan pemantaban tentang bagaimana berkomunikasi yang menumbuhkan. Adapun melalui bahan sharing pengalaman, keluarga diharap mendapat inspirasi untuk menumbuhkan kehidupan melalui kebiasaan positif yang dilakukan bersama di dalam Jemaat/Gereja setempat sebagai komunitas pertumbuhan bersama dalam kasih karunia Allah.
Penutup
Kepada jemaat di Tesalonika Rasul Paulus meneladankan kebiasaan yang baik. Sekalipun pelayanannya kerap menemui hambatan dan penghinaan, ia tidak patah semangat untuk tetap membiasakan diri bertindak positif. Kepada jemaat Tesalonika Paulus menuturkan: Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi (1 Tesalonika 2:7-8). Semoga melalui teladan Rasul Paulus, keluarga-keluarga tergerak untuk mewujudkan kebiasaan positif supaya bertumbuh sesuai dengan cita-cita Kristus yaitu hadirnya tanda-tanda Kerajaan Allah dalam keluarga. [WSN]